Berakhlak Mulia: Jalan Menuju Kedamaian Jiwa dan Ridha Ilahi
Maulid Nabi dan Keteladanan Rasulullah SAW

Gambar : Masjid Qardhan Hasana Banjarbaru
Oleh: Ustadz Mujairin, SE
Akhlak mulia adalah inti dari ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah saw menyatakan bahwa tujuan utama beliau diutus ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak yang baik tidak hanya membawa keberkahan di dunia, tetapi juga menjadi penentu kedekatan kita dengan Rasulullah di akhirat kelak.
1. Misi Kerasulan: Menyempurnakan Akhlak
Nabi Muhammad saw bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak."
(HR. Ahmad No. 8939 dari Anas bin Malik r.a.)
Akhlak yang baik merupakan amal paling berat di timbangan kebaikan dan menjadi sebab kecintaan Rasulullah kepada seseorang.
"Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan amal pada hari kiamat selain akhlak yang baik." (HR. Abu Dawud No. 4166)
"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya."
(HR. Tirmidzi No. 1941)
2. Husnudzon kepada Allah: Kunci Keteguhan Iman
Berbaik sangka kepada Allah adalah fondasi keimanan yang kokoh. Allah Maha Pengasih dan Maha Penerima taubat. Dalam kitab Al-‘Awashim wa al-Qawashim, Ibnu al-Wazir menulis bahwa harapan kepada rahmat Allah akan membuka jalan menuju kebaikan dan semangat dalam menjalani amal-amal sunnah.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)
Pandangan ini bahkan sejalan dengan pendapat ilmuwan Barat. William James berkata:
"Tuhan memberikan ampunan atas kesalahan kita. Namun sistem saraf kita tidak pernah melupakan."
Artinya, hanya dengan keyakinan dan harapan pada rahmat Allah-lah manusia mampu keluar dari belenggu kesalahan dan penyesalan.
3. Tenang dalam Menghadapi Ujian Hidup
Ketenangan adalah kekuatan jiwa. Dale Carnegie mencatat dalam penelitiannya bahwa masyarakat yang menghadapi masalah dengan ketenangan, seperti sebagian komunitas di Asia, memiliki tingkat kesehatan mental yang lebih baik daripada masyarakat modern yang terburu-buru dan stres.
"Jumlah orang Amerika yang mencoba bunuh diri lebih banyak daripada yang meninggal karena lima penyakit mematikan." ( Dale Carnegie)
Ketenangan dalam menghadapi hidup adalah buah dari tawakal dan keimanan kepada qadho dan qadar.
4. Hindari Kecerobohan, Rencanakan Hidup dengan Bijak
Kecerobohan sering lahir dari kurangnya perencanaan. Dalam Islam, keseimbangan antara spiritual dan manajemen kehidupan sangat ditekankan. Islam mendorong umatnya untuk hemat, bertanggung jawab terhadap keuangan, dan hanya mencari rezeki dari jalan yang halal.
"Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan."
(QS. Al-Isra: 27)
"Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu." (QS. Al-Ma’idah: 100)
Contoh teladan datang dari sahabat Abdurrahman bin Auf r.a., yang saat ditawari harta oleh kaum Anshar, justru berkata:
"Tunjukkanlah kepadaku di mana pasar."
Semangat kemandirian ini diperkuat oleh firman Allah:
"Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung."
(QS. Al-Jumu'ah: 10)
5. Menebar Kebaikan: Obat Bagi Jiwa yang Gundah
Berbuat baik kepada sesama adalah terapi ruhani yang terbukti ampuh. Ketika hati dilanda kesedihan, ringankan beban orang lain: bersedekah, menjenguk yang sakit, membantu yang kesulitan. Maka, ketenangan akan hadir dalam jiwa.
"Meski engkau hanya menemui saudaramu dengan wajah berseri, itu adalah sedekah." (HR. Muslim No. 2626)
Bahkan, kebaikan kepada makhluk lain bisa menjadi sebab turunnya rahmat Allah.
"Seorang pelacur masuk surga karena memberi minum seekor anjing yang kehausan." (HR. Muslim No. 2245)
Inilah bukti bahwa kasih sayang Allah melampaui batas akal manusia. Maka, bagi siapa saja yang dirundung masalah hidup, sibukkanlah diri dengan memberi dan menolong. Kebaikan itu laksana aroma wangi yang memberi manfaat tidak hanya kepada pemiliknya, tetapi juga kepada orang-orang di sekitarnya.
Penutup
Akhlak mulia bukan sekadar pelengkap dalam Islam, tapi esensi dari keseluruhan ajaran. Menjadi pribadi yang berakhlak bukan hanya membangun relasi yang harmonis dengan sesama, tapi juga menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Allah. Semoga kita termasuk golongan yang selalu menjaga akhlak, menebar kebaikan, dan senantiasa mengharap ridha-Nya.
"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung."
(QS. Al-Qalam: 4)