Mengolah Daging Kurban Sesuai Islam
SMP IT Qardhan Hasana

Kurban merupakan momen berbagi daging ragam hewan ruminansia yang merupakan makanan yang jarang dikonsumsi oleh kaum muslimin, khususnya kaum duafa. Daging kurban dibagikan dalam keadaan mentah, sedangkan daging matang merupakan hak yang berkurban yang kemudian disedekahkan untuk konsumsi keluarga dan panitia saat pelaksanaan kurban. Kurban memiliki hikmah pemerataan gizi bagi penduduk suatu negeri sehingga kaum duafa mendapatkan kesempatan setidaknya di satu momen untuk mengolah dan mengonsumsi daging.
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk cara mengolah makanan berbahan daging sebelum dikonsumsi. Pengolahan daging kurban yang benar menyebabkan olahan daging kurban halal untuk dikonsumsi sehingga berdampak pada kualitas ibadah dan keberkahan makanan itu sendiri. Tata cara pengolahan daging kurban dilakukan sesuai aturan dalam ilmu fikih pengolahan makanan.
Daging kurban yang kita terima harus kita anggap sebagai benda yang berhukum mutanajis mutawassithah. Hal ini karena pada saat prosesi penyembelihan dan pemotongan daging hewan kurban, umumnya ada kontak basah antara daging dengan benda-benda najis seperti darah hewan kurban, kotoran, lantai, dan lain-lain. Daging kurban sendiri berminyak saat disentuh, sehingga kontak dengan benda-benda tersebut meniscayakan tertularnya najis terhadap daging kurban. Jika benda najis masih berwujud (tampak warna, bau, dan rasanya) pada daging kurban, maka daging tersebut berhukum mutanajis mutawassithah ‘ayniyah. Jika tidak, maka daging tersebut berhukum mutanajis mutawassithah hukmiyah.
Pada daging kurban yang berhukum mutanajis mutawassithah ‘ayniyah, wujud najis harus dihilangkan terlebih dahulu agar berubah hukumnya menjadi mutanajis mutawassithah hukmiyah. Proses penghilangan najis ini bebas dilakukan dengan cara mencucinya dengan sabun atau bahan lainnya selama tidak menimpa daging dengan najis lainnya. Jika wujud najis sudah berhasil dihilangkan, selanjutnya daging dibasuh kembali menggunakan air tahir mutahir (suci sekaligus menyucikan) agar status daging yang berhukum mutanajis mutawassithah hukmiyah berubah menjadi suci. Air harus dialirkan atau ditimpakan kepada daging, tidak boleh daging yang mendatangi air seperti mencelupkan daging ke dalam baskom. Pengecualian jika air tersebut mencapai 2 (dua) qullah, maka boleh mencelup daging ke dalam bak air dengan catatan bahwa tempat air dipastikan tidak berubah wujudnya karena tercelup daging. Demikianlah proses penyucian daging hewan kurban yang benar dalam aturan Islam.
Selanjutnya daging yang sudah suci harus diolah dengan bahan-bahan yang halal dan suci pula. Daging hewan kurban tidak boleh diolah dengan bahan-bahan yang najis dan haram, seperti minyak babi atau bahan lainnya, yang menyebabkan berubahnya hukum daging kurban yang sudah suci menjadi mutanajis dan haram dikonsumsi.
Makanan yang berasal dari daging kurban yang diolah dengan cara yang benar akan membawa keberkahan yang berlipat ganda. Di samping itu, makanan tersebut juga menyebabkan diterimanya amal ibadah kita, sebagaimana tertulis dalam kitab Sullamut Taufiq:
“Dan disyaratkan beserta hal-hal yang telah lewat, agar diterima salatnya oleh Allah Subhanahu wa Taala agar dia bertujuan dalam salatnya hanya mendapatkan rida Allah Taala saja, makanan (yang dimakan sebagai sumber energi yang digunakan untuk ibadah), pakaian (yang dikenakan saat beribadah) dan tempat salatnya halal...”